“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Manusia adalah mahluk sempurna, lahir dan bathinnya ( ahsani Taqwiim). Karena itu Allah SWT ketika menciptakan Nabiallah Adam as, malaikat diperitahkan untuk bersujud ( memberikan rasa hormat) kepada manusia. Salah satu keistimewahan manusia adalah diletakkannya satu benda di dalam tubuhnya yang bernama HATI ( Qolb ).
Di dalam al-Qur’an Allah SWT menegaskan, manusia yang tidak menggunakan hatinya untuk berfikir maka ia seperti binatang ternak,muncul pertanyaan yang berfikir itu akal atau hati sih?
Mari kita simak beberapa ayat Allah berikut ini :
Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” {QS. Al-A’raaf: 179}
Dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, pengelihatan dan hati; tetapi pendengaran, pengelihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit pun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah…” {QS. Al-Ahqaaf: 26}
Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati (qolbu) yang di dalam dada…” {QS. Al-Hajj: 46}
Jelas bagi kita dalam melihat bahwa sesungguhnya yang pertama kali berfikir adalah HATI . itu mengapa peran hati dalam hadits diatas menjadi sangat penting dalam mengubah kehidupan manusia, jika hati ( ruhani ) nya baik maka baiklah semua jasadnya ( kehidupannya ), demikian pula sebaliknya.
Hati sebagai pembentuk karakter kehidupan manusia, dari hati yang baik, akan muncul segala fikiran yang baik, dari fikiran yang baik akan muncul ucapan yang baik, tindakan yang baik dan semua kebaikan yang dilakukan oleh jasad, kebaikan yang terus dilakukan akan menjadi satu karakter diri yang yang kuat dan dari karakter yang baik itu pula lah akan lahir begitu banyak keberkahan hidup, baik berupa rezeki, relasi, persahabatan dan kesempatan untuk melakukan perubahan ‘nasib’ yang jauh lebih baik. Hal ini menjadi tafsiran ayat yang berkaitan dengan nasib manusia ;
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga merekamengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Ra'd:11)
Keadaan ( nasib ) berawal dari ahwal ( kondisi) ruhani yang baik, dan ruhani yang baik lahir dari kebersihan hati ( qolbun salim ) “(yaitu) pada hari ketika harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih “ ( QS. As Syu’araa : 88 – 89 )
, dan untuk dapat terus menjaga kondisi hati yang dipenuhi kebaikan kita harus melakukan upaya maksimal di dalam membersihkan kotoran kotoran hati, (tazkiah an-nafs) dan praktek pembersihan hati dilakukan dengan dzikrullah, karena dalam hadits Rosulullah SAW telah menjelaskan ;
“Sesungguhnya segala sesuatu itu ada pembersihnya, ada pengkilatnya, ada sikatnya. Pembersih hati yang kotor, sikat hati yang ternoda, pengkilat hati yang berdosa, adalah dzikrullah”
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, Allah telah berfirman, “Aku bersama hamba-Ku selama dia berdzikir kepada-Ku dan kedua bibirnya bergerak menyebut-Ku.” (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Ahmad, dan Hakim)
dari Abdullah ibn Bisr bahwa seorang laki-laki berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya syari’at-syari’at islam itu terlalu banyak bagiku. Maka beritahukanlah kepadaku sesuatu yang aku dapat berpegang teguh dengannya.” Beliau menjawab, “Selama lisanmu masih basah menyebut Allah.” (HR. Tirmidzi)
Tiada sesuatu yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tiada yang dapat menambah umur kecuali amal kebajikan. Sesungguhnya seorang diharamkan rezeki baginya disebabkan dosa yang diperbuatnya. (HR. Tirmidzi dan Al Hakim)
Dapat kita fahami bahwa usaha yang dapat mengubah nasib kita menjadi lebih baik adalah “ ketaqwaan” kepada Allah SWT, bukan sekedar usaha dunia. Bermujahadalah dengan sungguh sungguh dan istiqomah, insya Allah akan dihadirkan Allah kebaikan dunia dan kebaikan di akhirat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Allah Ta'ala berfirman : "Aku menurut sangkaan hambaKu kepadaKu, dan Aku bersamanya apabila ia ingat kepadaKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam dirinya maka Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam kelompok orang-orang yang lebih baik dari kelompok mereka. Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal maka Aku mendekat kepadanya sehasta. jika ia mendekat kepadaKu sehasta maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepadaKu dengan berjalan maka Aku datang kepadanya dengan berlari-lari kecil". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari)
Dari Abu Musa r.a berkata, Rasulullah saw bersabda , “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Tuhannya dengan orang yang tidak berdzikir kepada Tuhannya, adalah seperti orang yang hidup dengan orang yang mati.” (Hr.Bukhari, Muslim, dan Baihaqi)
Masih mau yang lain????