Perjalanan hidup ini tak lekang dari
hujanan masalah. Silih berganti warna itu hadir pada sisi kehidupan. Seiring
dengan itu banyak janji yang terucap berjuta sumpah dibuat. Begitu piawainya
dunia memainkan peranannya. Julangan gedung tinggi dan rumah mewah memiris hati
penghuni kolong jembatan, bilakah masa itu beralih, mereka ingin sekali menjadi
penghuni batu-batu pualam yang indah itu? Deru mesin kereta kencana keluaran
Jepang dan Eropa hilir mudik di lintasa hatinya, kapankah pedal empuk itu
disentuh jemari lusuhnya?
Barangkali Tuhan telah berganti namanya
menjadi rupiah, karena ternyata bagi mereka atau sebagian kita, uanglah
segalanya.
Perih itu menyelinap di hati, saat susu
si bayi tak mampu kita beli atau ketika ibunda harus di operasi sementara tak
satu senpun uang kita miliki.
Pontang-panting, pagi-sore, siang-malam,
kita tapaki jalanan berdebu, sekedar untuk mencari kertas atau logam yang
‘menurut’ kita mampu atasi segalanya. Melupakan esensi kehidupan dan yang
menghidupkan, peduli amat, kenyataannya TUHAN tak selesaikan masalah yang kita
hadapi.
Dalam sebuah obrolan santaiku dengan
beberapa pengusaha, ada satu kalimat yang menyentil-nyentil gendang telingaku,
“Tuhan Maha Esa, Uang Maha Kuasa”. Sebegitunyakah real of life dunia ini?
Bumi Allah yang begitu luas, dengan
keanekaragaman sumber daya alamnya, telah kita gerogoti, kita petakan sebagai
milik negara, milik penguasa dan orang-orang yang mau bersinergi dengan mereka.
Bahkan percikan debu keberkahannyapun telah disedot dengan vacum kerakusan,
ketamakan dan keserakahan. Rakyat cukup mendengar ceritanya saja, si kecil
serahkan sama Polisi Pamong Praja, kalau membandel ya kirim pasukan cokelat dan
doreng-doreng, selesai perkara.
Para Ulama di kerangkeng dengan slogan
dan OTB (organisasi tanpa bentuk), dibuat melarat, tak ada gaji, tak ada
subsidi. Dibuat slogan ekstrimis, fundamentalis, teroris sampai akhirnya
nasibnya miris-miris. Suaranya bak kokok ayam di padang pasir, melengking namun
tak ada yang mendengarkan, atau ia hanya dianggap pengamen-pengamen jalanan,
dikasih receh lalu diamlah sudah.
Do’a mereka tak lagi ditakuti, karena
para penjahat telah memahami hadits “ takkan terkabul do’a kalian jika telah
bercampur darahmu dengan secuil barang yang haram”. Maka jangan heran,
kuantitas do’a tak lagi berkualitas.
Konklusi penderitaan ini harus segera di
amputasi!” harus!” caranya?” jangan pernah mengharap kehidupan dunia, dan
berhentilah berharap kepada mahluk. Perih, pedih!! Betul! Tapi itu sesaat,
sebentar, dan sebentar lagi Allah akan memenangkan dan mengeyangkan kita
semua.....
“Dunia ini kesenangan yang menipu,
tempat bermain dan bersendagurau, jangan diseriusi, usah dipentingkan, santai
saja, jangan merasa kecil dihadapan orang yang merasa besar, dan jangan merasa
besar dihadapan orang-orang kecil....
Menepis Dunia di Hati Memupus Harap pada
Asa, gantungkan sepenuh rasa segala sesuatu kepada Allah SWT......