ارح نفسك من التدبــير فما قام به غـــيرك لا تقــم به لنفسك
“Istirahatkan dirimu dari tadbir ( urusan
dunia yang telah dijamin Allah ), maka apa saja yang telah diurus oleh-Nya (
Allah ) – yang bukan kemampuanmu- tidak akan mampu engkau dirikan ( urusi )
oleh kemampuan dirimu sendiri”
)وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ
وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ
يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ
إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ(
“Dan pada sisi Allah-lah
kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri,
dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai
daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir
bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering,
melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).( Q.S. Al-An’am
: 59 )
Manusia sering terjebak dalam memahami kehendak Allah SWT,
atau yang berkaitan dengan taqdir. Sering muncul pemikiran dan perkataan “ jika
semuanya sudah diatur oleh Allah, untuk apa kita bekerja dan berusaha,
beribadah dan berdo’a”? sungguh pemahaman semacam ini lahir akibat dangkalnya
ilmu dan bashirohnya terhadap ayat ayat Allah SWT. Atau sebagian lagi
mengatakan bukankah ada ayat Allah yang menyatakan “ Allah tidak merubah nasib
suatu kaum kecuali kaum itu merubah nasibnya sendiri” sehingga jika kita ingin
mengubah kehidupan kita, kita bisa dan mampu melakukannya, tanpa harus menunggu
Allah merubah keadaan kita.
Sesungguhnya kehidupan ini telah dirancang dan diatur dengan
sempurna oleh Allah SWT, kesempurnaan itu tertuang dalam sebuah ‘naskah rahasia”
yang disebut taqdir. Dan kerahasiaan taqdir tidak ada yang mengetahuinya sama
sekali, walau ia malaikat sekalipun. Dan menjadi satu hak prerogatif Allah SWT
untuk menambah, mengurangi atau menghapus Taqdir yang telah Ia tetapkan
sendiri, sebagaimana firman-Nya di dalam Al-Qur’an :
)يَمْحُو اللّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِندَهُ أُمُّ الْكِتَابِ(
“Allah menghapuskan apa yang
Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan disisi-Nya-lah
terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh)”.(Q.S. Ar-Ro’du : 39 )
Kita dapat memahami bahwa Allah SWT menjadikan satu system
yang mampu memberikan respon pada “ mau-Nya’ Allah SWT di dalam tubuh kita
berupa akal dan hati, system ini bekerja dengan sangat sempurna, sehingga mampu
mendeteksi mana kebaikan dan keburukan, seperti halnya ia mampu membedakan mana
gelap dan terang, dingin dan panas, sedih dan bahagia. Hal inilah yang disebut
dengan sunnatullah ( ketetapan Allah yang telah diberlakukanya sebagai sebuah
system).
Salah satu sifat Allah adalah Al-Adl ( Maha Adil ) . Ia
tidak akan menghukum suatu kaum sebelum ia datangkan seorang Rosul yang
memberikan getaran resonansi ilahia, agar mampu ditangkap oleh system Tuhan
yang ada pada diri manusia yakni akal dan hati. Sehingga kemampuan dan
kesadaran diri ketika menerima kebaikan itu menjadi satu awal hidayah bagi
manusia untuk melakukan banyak kebaikan lainnya.
Sementara system yang sudah
dirusak oleh manusia itu sendiri menjadi faktor penghambat dalam menangkap
signal kebaikan yang dipancarkan oleh Allah SWT, melalui ayat ayat-Nya atau
sabda utusan-Nya. Seperti halnya sinar
matahari yang terus saja menerangi, namun cahaya itu tak menembus bumi,
lantaran tertutup awan yang hitam, bukan karena mataharinya menghilang
melainkan ia terdinding oleh pekatnya kabut dan awan. Seperti itulah Nur Allah
SWT yang secara stabil dan konstan terpancar sebagai bentuk Rahman dan Rahiim –Nya
Allah SWT, hanya saja karena kita telah mendindingi hati dan jiwa kita dengan
dosa, sehingga kita tak merasakan betapa hangatnya sentuhan SINAR KETUHANAN itu
pada hati dan jiwa kita.
Manusia ketika terlahirpun sudah diberikan satu indra
bathiniyah yang disebut fitrah dan ilham, bahwa fitrah dasar manusia adalah ‘
TAUHID ‘ dan dengan ‘ILHAM’ manusia menjadi tau mana yang baik dan yang buruk. Jelas
bahwa segala sesuatu selalu berhubungan satu dengan yang lainnya, tak ada
satupun matarantai itu terputus dari taqdir yang satu kepada taqdir yang lain.
Oleh karena itu Syekh Ibnu Aththailah memberikan satu
pemahaman yang utuh akan simbiosis mutualisme, bahwa faktor utama dalam
kebahagiaan dan kedamaian bukanlah dengan “ikut campur” akan “kehendak Allah”
melainkan cukup dengan mematuhi semua yang Ia perintahkan, karena perubahan
nasib yang satu kenasib yang lain merupakan HAK ALLAH SWT, dan timbangan akan
pengubahan itu telah diinformasikan Allah, yakni ketaqwaan.
Oleh karena itu manusia yang memiliki kepekaan bathin akan
hal ini, tidaklah disibukkan dengan mengurusi hal yang bukan menjadi urusannya,
seperti perkara rezeki, maut, bala’, jodoh atau apapun, karena bagi mereka hal
itu secara otomatis tanpapun harus diminta menjadi “kewajiban” Allah SWT dalam
menunaikan janji-janji-Nya.
Mari kita fahami beberapa hal sebagai berikut :
"Dia (Allah)
Yang menciptakan segala sesuatu, lalu Dia menetapkan atasnya qadar (ketetapan)
dengan sesempurna-sempurnanya"
(Q.S : Al-Furqan 2 )
Salah satu bentuk
ketetapan Allah SWT yang mengandung nilai kausalitas adalah Dosa dan Ketaqwaan.
Bahwa alat pengubah nasib yang telah diinformasikan oleh Allah adalah Taqwa
seperti firman Allah SWT :
“Hai orang-orang beriman, jika kamu BERTAKWA kepada Allah niscaya DIA akan memberikan
kepadamu furqân dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahan dan mengampuni
(dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Q.S : al-Anfâl, 8:29)
“Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan [ayat-ayat Kami]
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Q.S. Al-A’raf:96)
Barangsiapa yang bertakwa
kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. (Q.S:At-Tholaq : 3)
Sebagaimana juga yang
mengubah nasib baik menjadi buruk adalah dosa sebagaimana firman Allah SWT :
وَكَمْ
مِنْ قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا فَجَاءَهَا بَأْسُنَا بَيَاتًا أَوْ هُمْ قَائِلُونَ
* فَمَا كَانَ دَعْوَاهُمْ إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا إِلَّا أَنْ قَالُوا إِنَّا كُنَّا
ظَالِمِينَ
"Betapa
banyaknya negeri yang telah Kami binasakan, maka datanglah siksaan Kami
(menimpa penduduk) nya di waktu mereka berada di malam hari, atau di waktu
mereka beristirahat di tengah hari. Maka tidak adalah keluhan mereka di waktu
datang kepada mereka siksaan Kami, kecuali mengatakan: "Sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang zalim"." (QS.
Al-A'raf: 4-5)
أَوَلَمْ يَهْدِ لِلَّذِينَ يَرِثُونَ الْأَرْضَ
مِنْ بَعْدِ أَهْلِهَا أَنْ لَوْ نَشَاءُ أَصَبْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَنَطْبَعُ
عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ
Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu
negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami
azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga
mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?" (QS. Al-A'raf: 100)
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ قَالَ رَبِّ
لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنتُ بَصِيرًا قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا
ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنسَىٰ
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari
kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang
melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami,
maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”. (Thaahaa : 124-126)
Mari kita renungkan juga sabda Rosulullah SAW tentang alat
pengubah Nasib yang berupa kebaikan ;
(مَنْ سَرَّهُ أَنْ
يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأُ لَهُ فِي أَثْرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ)
-البخاري-
“Siapa saja yang ingin
dimudahkan rezqinya, dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah menyambung
silaturrahim”.(H.R.
Bukhori)
وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيْهِ كَانَ
اللهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً
مِنْ كُرَبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang membantu memenuhi kebutuhan saudaranya maka
Allah akan memenuhi hajatnya, barang siapa yang melepaskan kesulitan seorang
muslim maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat, dan barang
siapa yang menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya pada
hari kiamat” (HR Al-Bukhari no 2442 dan Muslim no 2580)
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا بْنَ آدَمَ أَنْفِقْ أُنْفِقَ
عَلَيْكَ
“Allah
tabaaraka wa ta’aala berkata : Wahai anak Adam, berinfaklah maka akan diinfakan
(Allah rezeki yang banyak) kepadamu” (HR Al-Bukhari no 4683 dan Muslim no 993)
Demikian juga
dosa menjadi penyebab akan hancurnya nasib dan kehidupan manusia :
Abdullah bin
Mas'ud berkata, "Ketika riba dan zina merebak di suatu daerah, niscaya
Allah menghendaki kehancuran bumi itu.”
“Seorang hamba
dicegah dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya.” (HR. Ahmad)
Ibnu Abbas r.a.
berkata, “Sesungguhnya perbuatan baik itu mendatangkan kecerahan pada wajah
dan cahaya pada hati, kekuatan badan dan kecintaan. Sebaliknya, perbuatan buruk
itu mengundang ketidakceriaan pada raut muka, kegelapan di dalam kubur dan di
hati, kelemahan badan, susutnya rezeki dan kebencian makhluk.”
Abu Hurairah RA
berujar, “Ayam mati di kandangnya karena tindakan orang yang zalim“.
Sedangkan Mujahid bertutur, “Binatang melaknat orang-orang yang melakukan
maksiat saat kekeringan datang dan hujan tidak turun. Mereka berkata, inilah
kesialan dari maksiat yang dilakukan manusia.’ Juga Ikramah berkata, “Binatang
melata di bumi, termasuk serangga mengeluh, ‘Hujan tidak turun akibat dosa
manusia.’ Hukuman atas dosa tidak cukup, sampai makhluk yang tidak berdosa juga
melaknatnya.’” Wallahualam.
Menjadi jelas
bagi kita maksud dan tujuan syekh dalam menukilkan kalimat hikmahnya, bahwa
sesungguhnya tugas yang harus kita lakukan, hal yang harus kita urusi adalah “
Memperbaik ketaqwaan kepada Allah SWT, mengarahkan akal, hati, jiwa dan jasad
kita untuk mentauhidkan Allah SWT, melakukan amalan amalan salih, dan dengan
seperti itu kita mendapatkan jaminan keamanan, kebahagian dan kehidupan yang
baik di dunia dan akhirat.
Sementara hati
yang condong kepada sesuatu selain Allah, disibukkan dengan urusan urusan
dunia, dan lalai dari mengingat Allah, justru akan membawa kehancuran yang
nyata dalam kehidupan. Maka jika anda bekerja, bekerjanya untuk mencari ridho
Allah, dalam rangka memenuhi perintah Allah dan Rosul-Nya, bahwa memberi nafkah
pada anak dan istri adalah sedekah, bekerja adalah jihad, karena itu merupakan
satu bentuk pengabdian kepada Allah SWT, dan dengan niat yang tulus itu pula
Allah berkenan merubah nasib kita menjadi lebih baik.
Istirahatlah dari
memikirkan ( hasil ) usaha kita dalam kehidupan ini, fokus saja pada pengabdian
yang tulus kepada Allah, karena siapapun yang menjalankan titah sang Raja, maka
ia akan memperoleh kedudukan yang mulia, harta yang melimpah dan karunia yang
besar, sementara yang lari dari kewajiban yang dibebankan raja padanya, tentu
ia sudah tau akibat yang akan ditanggungnya.
)يَا
رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ رِقًى نَسْتَرْقِيْهَا وَدَوَاءٌ نَتَدَاوَى بِهِ
وَتُقَاةٍ نَتَّقِيْهَا، هَلْ تَرُدٌّ مِنْ قَدْرِ اللهِ شَيْئًا ؟ قَالَ: هِيَ
مِنْ قَدْرِ اللهِ( -الترمذي-.
“Ya Rasulallah bagaimana
pandangan engkau terhadap Ruqyah-ruqyah yang kami gunakan untuk jampi,
obat-obatan yang kami gunakan untuk mengobati penyakit,
perlindungan-perlindungan yang kami gunakan untuk menghindari dari sesuatu,
apakah itu semua bisa menolak takdir ALLAH ?Jawab Rasulullah saw : Semua itu
adalah (juga) takdir ALLAH”.
Sesungguhnya bekerja dengan baik dan benar, berbuat amal salih
kepada sesama merupakan taqdir baik yang akan melahirkan taqdir baik
selanjutnya. Disinilah letak bahwa manusia akan mampu merubah nasibnya ( baik
& buruk ) dengan apa yang mereka lakukan sendiri dalam – system Tuhan – yang berlaku pada
kehidupannya.
(لاَ يَرُدُّ
الْقَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ، وَلاَ يُزِيْدُ فِى الْعُمْرِ إِلاَّ الْبِرُّ)
-الترمذي-
“Tidak ada yang mampu menolak
takdir Allah kecuali doa”. (H.R Tirmidzi )
disebutkan
dalam suatu kisah, di mana pada suatu hari malaikat Izra`il, malaikat pencabut
nyawa, memberi kabar kepada Nabi Daud a.s., bahwa si Fulan minggu depan akan
dicabut nyawanya. Namun ternyata setelah sampai satu minggu nyawa si Fulan
belum juga mati, sehinggalah Nabi Daud bertanya, mengapa si Fulan belum
mati-mati juga, sementara engkau katakan minggu lepas bahwa minggu depan kamu
akan mencabut nyawanya.
Izra`il menjawab, “ya betul saya berjanji akan mencabut
nyawanya, tapi ketika sampai masa pencabutan nyawa, Allah memberi perintah
kepadaku untuk menangguhkannya dan membiarkan ia hidup lagi untuk 20 tahun
mendatang, Nabi Daud bertanya, mengapa demikian?, Jawab Izra`il: orang tersebut
sangat aktif menyambung silaturrahim sesama saudaranya. Karena itu Allah
memberikan tambahan umur selama 20 tahun kepadanya.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلكُمْ فِى الْقُرآنِ
الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ
الْعَلِيْمُ , وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّحِمِيْنَ.
Wallahu a’lam
Pondokgede : 14/02/15
Al-Faqier Ilaa robbih : Raden Ahmad Affandi Azmatkhan