Selasa, 23 Desember 2014

DUA QUTUB MANUSIA

Pengembaraan akal melampaui dimensi ruang dan waktu, meski jasad belum menjajak langit namun akal telah menembusnya, bahkan saat peristiwa belum terjadi akal telah menganalisanya. Demikian hebat Allah jadikan akal. Maka tepatlah saat Rasulullah saw mengatakan sesungguhnya manusia adalah "Hayawanunatiq" atau hewan yang berakal.

Pembeda kita dengan mahluk yang lain adalah akal. Begitu potensi akal kita lumpuh maka derajat kita sejajar dengan binatang ternak, bahkan lebih hina dari itu.

sebagai manusia, kita dituntut untuk mengaktifasi akal kita dengan sebaik mungkin, karena akal itulah yang akan membawa manusia menjadi pengelola yang baik atas alam semesta.

Nabiallah Ibrahim as, dalam upayanya mencari titik kebenaran pun menggunakan akal untuk menganalisa nilai kebenaran, saat akalnya merealis instrumen ilahiah pada alam semesta iapun mendapatkan jawabannya.

Namun akal sering dibenturkan Tuhan pada realita maya, sesuatu yang majaz, sehingga akalpun kehilangan kemampuan motorik analisisnya, hal ini kita dapat fahami saat Nabiallah Musa as melampah dalam kembaranya bersama Nabiallah Khidir as. Ia tak mampu marasionalisasikan segala tindakan  Khidir. bahkan cenderung menyalahkan hal tersebut. Ternyata kepiawaian berfikir kita tak pernah mampu membuka tabir ghaib lauhil mahfudz.

Banyak hal yang harus kita gali dan galakan pada diri kita untuk menemukan sejatinya kehidupan, kekuatan akal dalam mencari nilai kebenaran seperti Ibrahim as, dan kepasrahan total seperti apa yang di minta khidir as. Dua kekuatan ini hadir dalam satu tempat yang bernama manusia. Ketika kedua hal itu teraktifasi maka sinyal yang telah terpancar dari Nur Allah SWT akan dapat kita tangkap, hal ini disinyalir oleh Rasulullah saw dalam sabda wahyunya : "Ittaqu bifirosatil mu'minin, fainnahu yanzhuru binurillah" takutlah kalian dengan fisarat ( potensi akal & kepasrahan)nya orang beriman, karena mereka melihat dengan cahaya Allah SWT. Dalam terminologi tasawuf hal ini dinamai kasyaf.

Akan halnya keadaan bangsa dan negara kita Indonesia, harapan itu terus mengalir di hati setiap elemen masyarakat, meski dalam kancah mukasyafah belum mampu menjawab siapakah satria piningit, imam mahdi, ratu adil atau pemimpin yang adil, barangkali mereka akan muncul tidak dalam idiom-idiom yang diramalkan, karena taqdir berlaku tanpa analisa dan pertimbangan. lihatlah merapi, mentawai, warior, banjir atau apapun...mampukah sederetan profesor menganalisanya??
sebab baru dimunculkan setelah semuanya terjadi? analisa dipakai untuk menganulir titel yang sudah kepalang di dapat.

Analisa kaum intelektual saat kejadian Aceh, mampukah mencegah Tsunami di mentawai?? tidak bukan?? Ranah ini bukan ranah akal, tapi ranah ketuhanan. untuk itu penyelesaian semua masalah yang ada tak mungkin mampu kita petakan dengan akal. kita harus duduk manis seperti permintaan Nabi Khidir kepada Musa, dan biarkan nanti Allah yang menjelaskannya. Karena kita bukan Musa yang layak mendapatkan penjelasan dari semua kejadian dari Khidir??? jadi..Ya tunggu sampai Allah hadirkan (khidir) dalam majaz-majaz yang berbeda, saat itulah kita akan berkata " Robbana Maa Kholaqta Hadza Bathilan......""

semoga celoteh tak berniat ini ada muatan makna, kalaupun tidak ya namanya nulis tanpa disertasi, apalagi komisi....begini dah jadinya....

salam hangat, salam rindu, salam damai.
Bumi Etam, Mahakam Damai.

Raden Ahmad Affandi Azmatkhan

MENJADI SEMPURNA

Sebelum lebih jauh kita membahas tentang ‘ Menjadi Sempurna’  ada baiknya kita memahami dulu tentang makna kesempurnaan. Allah adalah dzat yang MAHA SEMPURNA, sehingga kemahaannya tak dapat didefenisikan dengan sudut pandang apapun, Ia menyatakan ketakterhinggaan diri-Nya dengan kalimat, “wa lam yakun lahu kufuan ahad” tak ada satupun yang setara dengan-Nya. (Q.S. Al-Ikhlas : 4). Membaca ayat ini ingatan kita melambung pada peristiwa pencarian Tuhan yang dilakukan oleh Nabiallah Ibrahim as. Sebagai seorang pemuda yang cerdas, Nabiallah Ibrahim as, tidak mengikuti kebiasaan jahiliyah yang dilakukan kaumnya, menyembah berhala.

Naluri dan kecerdasan akalnya menolak perilaku bodoh – membuat patung yang dianggap Tuhan lalu menyembahnya . Ia terus melakukan eksplorasi pada semesta, ia mencari sosok yang begitu agung dan besar dalam defenisi akalnya hingga ia menyadari ada satu benda yang cahayanya menyelimuti bumi,yakni MATAHARI.  Begitu lama ia menikmati dan menganulirkan rasa untuk dapat menerima bahwa benda yang begitu terang ini adalah TUHANnya, namun seiring waktu, mataharipun mengikuti rotasi taqdirnya, ia ditelan oleh malam, sirna tanpa jejak dan bekas.

Ibrahim tersentak, iapun tersadarkan bahwa ini bukanlah sifat yang MAHA AGUNG, ia tak mungkin cacat, sementara matahari, menghilang begitu saja.  Demikian juga saat ia melihat rembulan, bintang dan mayapada, semuanya tak abadi. Hingga hatinya tertambat pada pemahaman, pastilah ada satu kekuatan yang MAHA DAHSYAT yang mengatur semua ini. Dan saat itulah hidayah menyapanya.

Mengartikulasikan pencarian Nabiallah Ibrahim as yang akhirnya mendapatkan klimaks tafakur dengan penyadaran diri, kita dapat menemukan jawaban, bahwa mahluk yang begitu besar seperti matahari, bulan dan bintangpun tak sehebat dugaan kita, apatalah lagi diri kita, dari sudut ukur dan bentuk tak ada seujung kuku dibanding matahari. Seharusnya kita tersadar bahwa memang tidak akan pernah ada kesempurnaan pada mahluk.

Namun manusia memang begitu lemah, ia gampang berbolak balik, bahkan hatinya bisa mendidih lebih dari titik didihnya air yang menggelegak di perapian. Nafsunya selalu mencari kesempurnaan, sayangnya ia menambatkan pandangan itu serta berharap ia menjadi sosok yang sempurna atau paling tidak disikapi dengan sikap yang sempurna.

Adalah kehidupan rumah tangga sebagai contoh kecil dalam kehidupan ini. Seorang suami memimpikan istri yang ideal alias sempurna, sehingga ia mengadministratifkan daftar kesempurnaan itu, wanita harus cantik, baik, pandai, nurut, melayani, dsb. Di fihak yang lain, wanitapun mengkalkulasi kesempurnaan yang ingin ia dapat dari suaminya, laki-laki yang baik, pengertian, penuh kasih sayang, kaya, soleh, dan seabrek kriteria lainnya.

Padahal semakin kita mengharapkan kesempurnaan semakin kita menemukan banyak kekurangan, karena sunnatullahnya mahluk takkan ada yang sempurna. Apa sesungguhnya yang bisa menyempurnakannya? Mengembalikan pemahaman bahwa yang sempurna hanyalah Allah, sehingga hati kita lebih gampang menerima orisinilitas kekurangan pada pasangan hidup kita. Sikap menerima, memahami dan penyadaran akan ketidaksempurnaan itu akan melahirkan kesempurnaan sikap dan kebahagiaan pada bathin, namun sebaliknya jika kita menuntut kesempurnaan, yakinlah takkan pernah kita menuai hasil yang sempurna……….


So…..saling berbesar hati, melapangkan dada, menerima kekurangan, dan menyadarkan diri, bahwa kitapun takkan mampu berbuat yang sempurna……..

Raden Ahmad Affandi Azmatkhan

Sabtu, 20 Desember 2014

TUHAN MAHA ESA, UANG MAHA KUASA

Perjalanan hidup ini tak lekang dari hujanan masalah. Silih berganti warna itu hadir pada sisi kehidupan. Seiring dengan itu banyak janji yang terucap berjuta sumpah dibuat. Begitu piawainya dunia memainkan peranannya. Julangan gedung tinggi dan rumah mewah memiris hati penghuni kolong jembatan, bilakah masa itu beralih, mereka ingin sekali menjadi penghuni batu-batu pualam yang indah itu? Deru mesin kereta kencana keluaran Jepang dan Eropa hilir mudik di lintasa hatinya, kapankah pedal empuk itu disentuh jemari lusuhnya?

Barangkali Tuhan telah berganti namanya menjadi rupiah, karena ternyata bagi mereka atau sebagian kita, uanglah segalanya.

Perih itu menyelinap di hati, saat susu si bayi tak mampu kita beli atau ketika ibunda harus di operasi sementara tak satu senpun uang kita miliki. 

Pontang-panting, pagi-sore, siang-malam, kita tapaki jalanan berdebu, sekedar untuk mencari kertas atau logam yang ‘menurut’ kita mampu atasi segalanya. Melupakan esensi kehidupan dan yang menghidupkan, peduli amat, kenyataannya TUHAN tak selesaikan masalah yang kita hadapi.

Dalam sebuah obrolan santaiku dengan beberapa pengusaha, ada satu kalimat yang menyentil-nyentil gendang telingaku, “Tuhan Maha Esa, Uang Maha Kuasa”. Sebegitunyakah real of life dunia ini?

Bumi Allah yang begitu luas, dengan keanekaragaman sumber daya alamnya, telah kita gerogoti, kita petakan sebagai milik negara, milik penguasa dan orang-orang yang mau bersinergi dengan mereka. Bahkan percikan debu keberkahannyapun telah disedot dengan vacum kerakusan, ketamakan dan keserakahan. Rakyat cukup mendengar ceritanya saja, si kecil serahkan sama Polisi Pamong Praja, kalau membandel ya kirim pasukan cokelat dan doreng-doreng, selesai perkara.

Para Ulama di kerangkeng dengan slogan dan OTB (organisasi tanpa bentuk), dibuat melarat, tak ada gaji, tak ada subsidi. Dibuat slogan ekstrimis, fundamentalis, teroris sampai akhirnya nasibnya miris-miris. Suaranya bak kokok ayam di padang pasir, melengking namun tak ada yang mendengarkan, atau ia hanya dianggap pengamen-pengamen jalanan, dikasih receh lalu diamlah sudah.

Do’a mereka tak lagi ditakuti, karena para penjahat telah memahami hadits “ takkan terkabul do’a kalian jika telah bercampur darahmu dengan secuil barang yang haram”. Maka jangan heran, kuantitas do’a tak lagi berkualitas.
Konklusi penderitaan ini harus segera di amputasi!” harus!” caranya?” jangan pernah mengharap kehidupan dunia, dan berhentilah berharap kepada mahluk. Perih, pedih!! Betul! Tapi itu sesaat, sebentar, dan sebentar lagi Allah akan memenangkan dan mengeyangkan kita semua.....

“Dunia ini kesenangan yang menipu, tempat bermain dan bersendagurau, jangan diseriusi, usah dipentingkan, santai saja, jangan merasa kecil dihadapan orang yang merasa besar, dan jangan merasa besar dihadapan orang-orang kecil....

Menepis Dunia di Hati Memupus Harap pada Asa, gantungkan sepenuh rasa segala sesuatu kepada Allah SWT......

CERMIN KEHIDUPAN

Wajah itu memucat, sapuan kuas itu tak mampu menutupi keriput deritanya. kerutan hitam di kelopak mata memberikan tanda, ia telah lama mecandai kehidupan ini. Berusaha tegar dalam tegap berdiri setengah rapuh. kaki-kaki itu tak lagi sempurna menjajak tanah.

Wajah itu memucat, balutan slayer itu tak mampu menghalau angin menerpa kulitnya yang tak lagi merona. Segarnya air menyegarkan sesaat lalu ia kembali menguncup, layu dan kusam.

Wajah itu memucat, meski alunan orkestra dan lembutnya ketukan jazz menggamat di telinga, ia tak bisa menikmatinya, dirinya tak lagi lincah untuk menarikan salsa apalagi disco alakadabra. Tulang punggungnya retak, betisnya lama terkilir, meski sudah berkali di bedah abah Jamil asal desa Cimande, cedera itu tak kunjung pergi.

Wajah itu memucat, walau hidangan bebek presto dan sambal balado tersaji di depannya, lidahnya payau, tak mampu lagi merasa-rasa, kegetiran itu telah mematikan saraf kenikmatannya. Bahkan kini ia tak punya ingin lagi.

Wajah itu memucat, yang ia punya kini hanya satu kesadaran, ia akan mati, ia akan pergi, ia takkan kembali, meski barangkali anak-anaknya akan tumbuh, namun ia tak dapat lagi berbagi, memberi apalagi berbakti...

Wajah itu adalah negeriku, wajah itu adalah tanah airku, wajah itu adalah pertiwiku, wajah itu adalah Indonesiaku..


meski kau tanam satu miliar pohon, meski kau kerahkan serdadu-serdadu bersenapan, meski kau hadiai ia dengan berjuta janji, bebas korupsi, bebas mafia, bebas narkoba, bebas, bebas, bebas.......namun tanganmu yang kotor itu takkan menumbuhsuburkan satu pohonpun yang kau benamkan, serdadu itu hanyalah kurcaci negeri yang meneken kontrak dengan para koruptor untuk melenggak lenggok di mata hukum, lalu.....adakah engkau faham, kesempatan itu hanya satu, kembalilah kepada tuhanmu.....hanya itu, ya hanya itu........

Raden Ahmad Affandi Azmtkhan

Rabu, 17 Desember 2014

TUHAN SIAPA AKU

Add caption
Sahabat………… 
Perjalanan waktu adalah kepastian, karena waktu adalah ‘AKU’. Setiap detik yang berlalu merupakan wujud dari cinta-Ku. Kuhiasi wujudmu dengan keindahan kasih sayang-Ku agar engkau tetap terpandang mulia pada pandangan semua mahluk. Meski engkau sendiri tak pernah membalasnya dengan sempurna.

Sahabat……….
Dalam sepi tak pernah ada ruang kosong, karena semua padat terisi oleh ‘DZAT’- Ku yang nyata. Engkaupun sesungguhnya hanya bagian kecil dari diriku yang kujelmakan dengan nama manusia. Maka kedamaian akan engkau rasakan saat engkau tidak mengakui dirimu sebagai diri-Ku, karena Aku dan Kamu berbeda. Aku ada dan engkau tiada.

Sahabat………
Dalam keramaian tak pernah ada kata mendua, karena AKU hanya ‘satu’ tak ada yang lain selain-Ku. Lalu kenapa engkau jadikan aku banyak dalam pandangan bathinmu yang ingin menemukan AKU. Jangan pernah engkau menduakan AKU karena AKU tak dapat engkau temukan dalam rasa seperti itu.

Sahabat………
Usiamu adalah misteri yang Kusimpan rapi, agar engkau terus menata diri, sampai engkau kehilangan diri dan yang terpandang hanya diri yang sendiri, AKULAH sang DIRi itu.
Desah nafasmu adalah qudrot-Ku, langkah kakimu adalah Af’al-Ku, segala milikmu adalah Sifat-Ku, dan dirimu terbakar menjadi debu terbang menghilang dalam lautan AHADIYAH-KU. 

Sahabat………
Jangan engkau terpaku dalam lamunan tak bermakna, karena akalmu adalah jembatan untuk menuju-Ku. Kayuhlah langkah ruhanimu dengan sabar, keikhlasan serta merendahkan diri karena disitulah muara cinta kita akan bersatu, AKU dan kamu adalah SATU. Setelah itu tak pernah ada selain AKU yang engkau fikirkan bahkan dirimupun engkau lenyapkan, lalu kenapa masih saja engkau terfana dengan sesuatu selain AKU. 
Sahabat…….
Jika memang AKU adalah tujuanmu, lalu kenapa engkau jadikan dunia sebagai rumahmu dan engkau jadikan nafsu sebagai temanmu? Padahal engkau tahu AKU tidak akan singgah dihati yang dipenuhi kedua itu, AKU hanya datang kepada hati yang betul-betul merindukan-KU. 

EMAK, GUA INGIN NAEK HAJI

Add caption
Tetes air mata ini menggenangi pipi, saat Engkau ajari aku makna cinta dan kasih wahai al-waduud, Engkau perintahkan diri yang hina ini menontot cuplikan kisah dari sekian kisah yang Engkau tajjalikan dalam karya anak manusia, EMAK INGIN NAIK HAJI. Tak kuasa aku menengadahkan tangan keharibaan-Mu, menyadari bahwa aku penuh dengan salah dan dosa. 

Tuhan, Begitu agung engkau perlambankan kasih-Mu, dan itu aku tangkap dari nyatanya cinta seorang ibu akan anaknya, belai mesranya adalah cermin kelembutan-Mu, senyumnya adalah rahmat-Mu, bahkan tangisannya merupakan sifat pengabulan-Mu.


Tuhan, maka wajarlah jika cinta itu meluluhkan petala langit dan bumi, meski skenario-Mupun tetap harus berlaku agar ada gelak tawa dan seseguk tangis.


Tuhan, Jiwa-jiwa itu merindukan-Mu, mereka ingin menyapa-Mu di tanah kelahiran para kekasih-Mu, Ibrahim, Ismail dan Baginda Rasulullah. Meski akal terbentur dengan segala keadaan, namun Af’al-Mu jua yang menentukan akhir dari sebuah cerita dan keinginan.


Tuhan, aku sadar, bahwa apa yang Engkau titahkan pastilah terjadi, sebaliknya juga begitu.
Tuhan, bukan, bukan aku tak dapat memahami akan kuasamu di bumi pertiwi, bukan juga aku tak ridho akan ketetapan-Mu di negeri ini, aku hanya ingin, izinkan aku tuhan untuk bersimpuh di hadapan-Mu pada bumi yang Engkau telah berkahi, bumi di mana tanahnya Engkau jadikan jasad para kekasih-Mu, bumi itulah tuhan yang telah menggejolakkan rindu yang terpendam, aku hanya ingin bersimpuh, memohon ampunan dan ridho-Mu, aku ingin datang kepada Nabi-Mu seperti saidina Umar yang menjumpainya, aku ingin mengatakan, Ya Rasulallah aku mencintaimu.......

Wahai Rob langit, wahai tuhan bumi, wahai tuhan Makkah, wahai tuhan Madinah, wahai tuhan pemilik arsy yang agung...izinkan kami menyambungkan rasa kepada-Mu dan kepada rasul-Mu dalam titian hati meretas rindu yang tak termaknakan lagi....wahai Allah......wahai tuanku, wahai rajaku, wahai pemilikku, wahai penggenggam nyawaku.....ampuni aku.......
Titip salamku ya Allah pada ruh ayah dan ibuku yang telah Engkau panggil, sebelum aku Engkau izinkan untuk membuat mereka tersenyum, ampuni mereka, maafkan mereka, masukkan mereka ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang engkau cintai........

Ayah, bunda, aku sayang kalian.......
Labaik allaumma labaik..




CINTA OH CINTA

Terjalnya kerikil rasa menusuk-nusuk telapak kaki kehambaan. Memerih, memerah dan menanahkan kulit ari ketakberdayaan.

Cinta, ia adalah belukar duri yang merobek hati.
Cinta, ia adalah sembilu pedih yang menguliti asa.

Cinta, ia adalah bayang-bayang kegilaan yang memutus akal naluri.
Cinta, ia adalah cermin dari sekian rasa yang menggejolakkan jiwa.

Tanpa cinta hidupkan hampa
Dengan cinta hidup semakin menyala

Add caption

Bersama cinta semua orang menjadi bahagia
Namun cinta sering membutakan mata.
Ia sering memekakkan telinga.


Bahkan cinta membinasakan jiwa
Lalu adakah senyawa dalam cinta?


Hanya engkaulah sahabat yang bisa menjawab semua tanya
Karena engkaulah sang pejuang cinta...
Salam untuk sahabatku....


Raden Ahmad Affandi Azmatkhan

profil ust raden

Kebajikan secara bathin

Fitria Widi Waluya

Selasa, 16 Desember 2014

Wukuf di Padang Cinta

Sufikakilima ( GAGAL )

OBRAL HIDAYAH MNC Muslim

Tazkiyah An-Nafs : Obral Hidayah MNC Muslim

MENYAPA SEPI

Di sini, di ujung jembayan hati....

kutuliskan segala rasa yang mengkarsai jiwa, ketika cinta berbalut duka, saat penetrasi emosi itu meredup rendah, bak burung-burung yang kembali ke sangkarnya.

Dalam diam kutabur pesona keheningan, meski ramai keadaan namun sepi dalam penghambaan. tak mampu mengukur-ngukur kehendak,asa dan cita. 

seribu janji berjuta sumpah, berpendar di seantero mayapada, mengulitngulit dinding keyakinan, akankan semua mimpi menjadi nyata??

kegelisahan merupakan honor dan reward dari ketakpercayaan kita kepada kehendak tunggal si pemilik kehidupan. 

berlari menyatakan kekerdilan jiwa yang pengecut, bahkan itu adalah aklamasi dari kegagalan. 
padahal, kenyataan masalalu-masasekarang taklah sama, namun tetap saja bayangan itu selalu menyertai langkah!!

oh malam, lilitlah aku dengan cekaman gelapmu, hingga ujung hidungku tak terlihat lagi di klub-klub malam.

oh siang, bakarlah aku dengan panas cahayamu, biarkan aku meleleh bak lilin-lilin yang raib bersama waktu.

oh, oh, oh..........libaslah aku dalam topan dan badaimu, biarkan aku hanyut dan tenggelam bersama batu-batu bisu yang tak berkomentar ini dan itu....

di pojok jiwa....
terukir sebuah asa..
aku hanya tau..
bahwa asa itu adalah rasa..
dan rasa itu adalah hampa...
maka hampa itulah titik kehilangan diri..
bahkan tak memiliki walau hanya sebiji sawi...
karena semua telah di beli..
oleh sang pemilik hati..
dialah Allah robbul izzati...
dalam sunyi semua bertajali...
hingga lintahpun terlihat sapi..
sementara gajah bak rangkaian duri..
yang semuanya itu hanya majazi..
tak ada yang abadi..
kalau engkau tak percaya..
tanyalah pada batu yang bersemedi...
niscaya engkau temukan jawabanmu sendiri..
karena jawabannyapun tetap saja sunyi...
dan jiwamu yang selama ini hirukpikuk mendadak sepi...
bak kuburan dengan damar tanpa api..
mari menyapa sepi...
di sanalah muara hati itu akan lerlihat indah berseri..
dan engkau akan temukan kalimat sang bijak bestari..
katanya " engkau dan aku sama saja"
sama-sama dari mani yang tak berarti...
untuk itulah copot dan lepaskan seragan kepalsuan selama ini...
dan sadarilah bahwa semua ini bukan punya kita lagi....

karena dalam sunyi, kita tak punya apa-apa lagi.....

Raden Ahmad Affandi Azmatkhan

JALAN KEDAMAIAN. (sebuah catatan dalam OASE CINTA YANG TAK PERNAH SEPI)

Dalam kedamaian tak ada lagi lalulalang ketakutan, bukan berarti hantu telah mati, namun karena keseimbang jiwa yang tak terperciki dendam bahkan kepada syetan yang berjanji ingin menghancurkan.

realisasi kehidupan dipenuhi dengan kebencian yang sangat, ketidakadilan pemerintah melahirkan cacimaki yang tak kunjung padam, sikap borjuis orang kaya memiris-miris hati jelata hingga memunculkan sumpah serapah, keputusan orang pintar hanya menyenangkan penyokongnya dan menyakiti kaum bodoh.

Neraca kejujuran tak lagi digunakan, yang ada kolusi dalam keserakahan bersama, bahkan tak peduli apalagi peka terhadap perasaan orang di sekelilingnya. yang ia tau, ia senang, bergembira, meski ia juga manusia yang di saat berbeda merenda airmata karena duka yang datang menyapa.

dimana jalan kedamaian itu?

kaum spiritualis, mereka menjadi sosok yang dibutuhkan saat kepedihan menyapa, dukalara melanda, bahkan do'a-do'a mereka menjadi tumpuan asa. Namun tak sedikit yang terjebak kepada kehampaan hati, bukan karena tak diberi dzikir dan mantera, melainkan tak adanya kesungguhan untuk merendahdirikan di hadapan Allah sang pemilik semesta.

manusia ingin mulia, seperti kisah Fir'aun yang selalu ingin tampil berkuasa. ternyata mentalitas itu terus meresap bahkan dianulir menjadi nadi darah kehidupan, tengoklah! banyak manusia yang sulit menghargai sesama, bukan karena mereka orang terhormat, karena ia menganggap orang lain itu akan merusak kehormatannya. Majikan tak menghargai pembantu, karena ia menganggap pembantunya adalah 'budak' dan 'sampah' yang jika disandingkan dengannya maka turunlah kehormatan yang dirasanya.

kenapa presiden dan pejabat, jika berkunjung kesuatu daerah menggunakan helikopter? karena mereka tak mau bersentuhan dengan 'malu' yang mereka tebarkan. mereka menyembunyikan cacat kepemimpinan dengan tak mau melihat lubang-lubang jalan, lumpur-lumpur becek. Naifnya lagi, sebagian kita menyokong kesewangwenangan itu dengan memanipulaso tampilan jorok menjadi indah.

selagi kita tak mampu menemukan kerendahan diri, tak bisa membaca cermin kejujuran, dan membutakan hati dari nyanyian jiwa, maka kepungan harta, derai pujian, bahkan tampuk kekuasaan tak akan mendamaikan kehidupan. kedamaian itu hadir dari hati yang menyamaratakan kehidupan, dalam cinta semua menjadi sama. karena keselarasan cinta itu tak memandang kasta. ia adalah naluri yang tuhan hadiahkan, bahkan harimaupun memandikan anaknya dengan menjilatinya, tak surut cinta oleh keadaan, bahkan ia tetap murni meski di bakar oleh api kepedihan. 


cintailah cinta, karena itu sajalah satu-satunya JALAN KEDAMAIAN.

Raden Ahmad Affandi Azmatkhan

JAGAD KESADARAN

Semesta berputar tanpa henti, seperti itu juga partikel-partikel terkecil yang bernama atom.  Perputaran itulah kehidupan, seperti matahari di jatah siangnya dan rembulan di waktu malamnya. 

kehidupan manusia dipenuh dengan beragam kisah, tak hanya putih bahkan hitampun mengambil peran. hanya saja, objektifitas penilaian sering ditimpas oleh pandangan parsial dalam sebuah jastifikasi. padahal kita semua sadar 'petunjuk' itu bukan bagian kita.

Manusia menempati posisinya masing-masing, si penjahat dengan seluruh kejahatannya, dan si baik dengan seluruh kebaikannya, inilah dunia. tak ada kyai, ustadz atau ulama, jika semua orang setara dengan mereka dalam hal pemahaman, kebaikan dan pengamalan. sebutan itu lahir karena tuhan menjadikan sisi gelap untuk diterangi mereka. maka seharusnya mereka ikut bersyukur pada kegelapan, seperti matahari yang selalu dinanti ketika malam sudah sedemikian pekat. sebaliknya keberkahan 'cahaya' yang dititipkan tuhan kepada mereka kebaikan dalam dunia kelam. keduanya menjadi saling berucap terima kasih.

adalah kita kawan....
terkadang tertawan oleh sekelumit kenangan tentang dosa-dosa yang boleh jadi sampai sekarangpun belum kita bisa lepaskan. namun di ruang hati, selalu ada sudut untuk menyesali. dan itulah mercusuar jiwa yang akan menuntun kita untuk berbenah diri.


adalah kita kawan...
yang sering membanggakan kebaikan meski baru sedikit yang bisa kita lakukan. namun tepukan dada sering membahana seolah kita seorang sajalah yang akan menemui surga. padahal di ruang hati, selalu ada sudut kebanggan, riya, ujub, sum'ah dan takabur, dan itulah api yang membakar sekam amal tanpa kita sadari.

adalah kita kawan....
yang menopang kehidupan dengan se'abrek' kepalsuan, mengatasnamakan agama bahkan tuhan sekedar untuk memperoleh harta dan keterpujian. meski kadang kita membrutal tanpa pertimbangan 'SK' tuhan untuk merusak semesta, semua demi perut kita, padahal di ruang hati, selalu ada sudut penyesalan, dimana semua yang kita cari ternyata tak memberi arti pada sebuah kebahagian yang sejati.

adalah kita kawan....
yang memalsukan cinta dan keadilan, lantang teriang bak lari melintas lintang pukang, namun dikenyataan hari, kitalah yang memperkosa dan meniduri cinta dan keadilan. bahkan atas nama cinta, berapa gadis yang terenggut kehormatannya, berapa wanita yang terpaksa melacurkan kehidupan. padalah di ruang hati, selalu ada sudut, dimana keinginan untuk dicintai, disayangi, dihormati setulus hati itu selalu hadir menyapa rasa.

adalah kita kawan....
atas nama hukum dan kepentingan,  melongokkan wajah untuk tampil dimuka, meski cacat itu tak bisa dielakkan, walau bedak dan gincu dipertebaltuankan. demi sebuah harga diri, atau harga rumah kita tak pernah bisa membaca, karena nita masing-masing tersimpan rapi di dalam dada. di ruang hati, selalu ada sudut kehampaan, disitu terletak perasaan benci terhadap diri sendiri, karena tak mampu berbuat lebih untuk orang-orang terkasih, karena kita tak bisa berbagi dengan sesama, meski kadang kita menafikan genta suaranya yang begitu nyaring menendangnendang telinga jiwa.

adalah kita kawan....
yang merindui kehidupan abadi dalam kesenangan, hingga tak peduli lagi dengan cara apa kita untuk mempertahankannya, walau harus membunuh, memfitnah, mengadudomba, mempolitisir berita, atau nyemplung kekubangan nista, padahal di ruang hati, selalu ada sudut kesadaran bahwa kehidupan ini tidak kekal, tak ada yang abadi, tak ada yang pasti, dan kesadaran akan kuasa ilahi itu kita bunuh dengan kepurapuran bego kita atau memang bego yang sesungguhnya, hingga kita tetap mempertahankan syahwat keinginan yang meledak-ledak itu.

adalah kita kawan.....
yang akan menempuh dua jalan, kanan atau kiri, keduanya mengandung konsekuensi logis. dan tak ada paksaan tuhan untuk engkau lalui jalan yang mana, karena ia telah membuat rambu-rambu sebagai tanda, dan Dia beri kita mata hati untuk membacanya, agar kita tak menyesal di ujung jalan yang kita pilih.......


silakan......demikian tuhan memulainya.....

Raden Ahmad Affandi Azmatkhan

Damar Hati di Kegelapan Ruhani...

Terjal dan berliku, itulah kenyataan. Meski tak boleh kita menafikan lurus sekalisekali, karena itu adanya.  Kita tak boleh menutup mata, karena memang harus terus terbuka, jangankan dua mata, satu saja yang tertutup resikonya kita dibilang genit, kalau dua? Buta.....

Mata adalah jendela hati, dengannya kita bisa melongok jendela dunia. Di sanalah keanekaragaman itu terjadi, tak hanya putih atau hitam, sesekali hijau, biru, merah,kuning atau abu-abu.  Tapi jangan coba-coba engkau kenakan warna itu pada lensa matamu,  jika engkau lakukan, engkau telah memperkosa keindahan, memaksakan bajumu pada tubuh orang lain , fatal akibatnya....

Tuhan saja tidak memaksa, memberikan alternatif kita untuk menentukan kebaikan dan keburukan  “ qod tabayyanu rusyd minal ghoy”  . silakan download softwarenya masing-masing, karena hardwarenya sudah disiapkan oleh Allah SWT, “fa alhamaha fujurohah wataqwahah” . saat kita install dapat dipastikan langsung running. Dan tak perlu kita mengkambing hitamkan kambing yang memang sudah hitam, semua punya konsekuensinya.

Kebeningan, kejernihan, kepolosan, sikap itulah yang mampu mempertahankan substansial keindahan tetap menjadi keindahan, tanpa rekayasa, manipulasi atau kalkulatif semu yang dipaksakan.  Kalau boleh diibaratkan produk, manusia ini produk terbaik Gusti Allah,Ahsani Taqwiim” . ia (manusia) hanya bisa berjalan baik, memproduksi kebaikan, jika panduan kita gunakan dengan baik, jangan bilang tak mengerti cara menggunakannya, karena tuhan tak sekedar mengeluarkan buku panduan itu, Ia juga menghadirkan teknisi kehidupan yang telah teruji kredibiltasnya.

Lihatlah, saat kita memaksakan diri menggunakan panduan selain yang disiapkan tuhan, mulai dari sosialis, demokrasi, komunis, kapitalis  de el el. Tak satupun mampu merendahriuhkan kebisingan yang diakibatkan oleh ketidakkompatibelannya, kalaupun jalan, jalannya tersendat-sendat, eror atau ngeblank, masih untung nggak m’leduk.

Dampak itu tak hanya personal tetapi global. Piranti-piranti lainnya semacam api, air, tanah dan udara tentu juga akan gerah, karena mereka terkena limbah ketidakcocokan itu, manusia tak mematuhi S.O.P yang telah ditandatangani bersama. Wajarlah kalau mereka demo, bukan ingin menguasai, sekedar mengingatkan manusia, akan janji selagi kampanye dulu “ Qolu Balaa Syahidnaa”


Tapi jangan khawatir!! Meski teknisi aslinya sudah meninggalkan kita berabad lamanya, ia mewariskan pengganti yang cukup akurat untuk mendandani problem yang terjadi, mereka dinamai “ al-‘ulama warotsatul anbiya”  tapi kita juga harus jeli, karena banyak teknisi abal-abal, yang menjual produk bajakan, tiruan bahkan karya mereka yang tidak original, alih-alih semakin baik, bisa-bisa jadi beneran dah M’LEDUKnya....oleh karena itu kita diwajibkan ‘TELITI SEBELUM MEMBELI!!’

Raden Ahmad Affandi Azmatkhan

CINTA BERSABARLAH......

Atas dasar apa kita berbuat? Iman, islam, ihsan, ilmu atau ketakmengertian?  Atau egosentri sebagai khalifah yang menyelamatkan bumi? Seperti tantangan Nabiallah Sulaiman yang ingin memberi makan rakyatnya? Atau seperti Nuh yang mengharapkan keselamatan anaknya? Atau seperti saudara Nabiallah Yusuf yang menggulingkannya di sumur tua?? Entah.....

Engkau dan aku bukan siapa-siapa dalam pandangan hakikat, jika engkau gunakan pedang syari’at, sudah seberapa banyak rukuk sujud yang kita lakukan?? Lalu apa yang menjadi pembanding amaliah zahir dan bathin kita? Merasa suci? Merasa benar? Merasa telah beramal?  Mempertontonkan amaliah yang secuil itu kepada semesta yang mengasihi? Tidakkah kita bercermin siapa kita? Beranikah kita menjamin kesucian diri kita dihadapan Tuhan yang Maha QUDUS? Atau kita teken kontrak mati dalam keadaan khusnul khotimah dengan malaikat Izroil? Lalu kita rekomendasikan surat tagihan amal keburukan itu kepada orang lain??

Kalau aku menyebut diriku pendakwah! Sudah mampukah mewarisi welas asih Kanjeng Nabi saat di lempar di thoif, atau memberikan makan pengemis Yahudi yang mencacinya setiap hari?  Atau melepas suroqah yang mengalungkan pedang di lehernya?? Atau larangannya saat fatimah marah ketika kotoran onta itu diletakan pada pundaknya sewaktu ia sujud??? Jika Musa diperintah Allah untuk menyeru Fir’aun dengan Qoulan Layyinah (kelemah lembutan), sudahkah kita mendatanginya dengan kesantunan??

Kearifan lokal sejalan dengan kebodohan personal, tanpa orang-orang yang bersalah dimana barameter kebenaran? Jika kebencian itu membludak dapatkah itu dibilang jiwa yang mengasihi?? Kapan kita membagi rahmat? Kapan kita membagi cinta? Untuk menyayangi diri kita agar tak dimakan ulat-ulat pemborok hati saja kita begitu tak kuasa, tanpa hidayah Allah kita ini bukan siapa-siapa??

Bukankah eksistensi kehambaan sejati adalah ke’tiada’an?? Lalu mengapa kita menjadi dewa? Membuat keputusan dan hukuman? Siapa kita sesungguhnya kita...
Jawabnya....


CINTA BERSABARLAH.....

Raden Ahmad Affandi Azmatkhan